Featured Widget

6/recent/ticker-posts

Muhammadiyah sejak lahir tumbuh dalam komunitas jamaah

Kelompok – kelompok pengajian di yogyakarta dan daerah-daerah dibina oleh Kiai Dahlan, yang kemudian menjelma menjadi Gerombolan (Ranting) dan Cabang. Putra-putri diasramakan dalam Qismul Arqa, yang berkembang menjadi Madrasah Mu`allimin dan Mu’allimat. Kiai Dahlan juga membentuk kepanduan Hizbul Wathan, sebagai gerakan cinta Tanah air, yang kelak melahirkan sosok Sudirman sebagai bapak Tentara Nasional lndonesia.

Kelahiran Aisyiyah tahun 1917 merupakan bagian yang menyatu dengan gerakan Muhammadiyah yang berbasis pada pergerakan jamaah perempuan.

Aisyiyah hadir sebagai gerakan perempuan Muhammadiyah yang menampilkan diri sebagai -jamaah Muslimah yang berkemajuan. Kiai juga memelopori gerakan Al-Ma’un untuk memberdayakan anak yatim dan kaum miskin. Tahun 1922 didirikanlah PKO Muhammadiyah sebagai cikal bakal Rumah Sakit dan Poliklinik.

Pendiri Muhammadiyah itu gemar bergerak dari satu kampung ke kampung lain untuk mengajak umat mengubah jalan hidup ke arah yang lebih baik dalam segala lapangan. Jamaah umat di berbagai lingkungan dibangkitkan jiwa, pemahaman, dan amaliah keislamannya untuk menjadi khaira ummah. Menjadi umat terbaik yang berkemajuan.

Muhammadiyah kini memasuki abad kedua. Muhammadiyah relative telah memiliki segalanya sebagai gerakan islam yang besar, maju, dan modern.

Struktur kepemimpinannya dari Pusat sampai Ranting menyebar ke seluruh penjuru Tanah Air. Organisasi otonom. majelis, lembaga, dan unit unit kelembagaan lainnya makin banyak dan menjadi organ Persyarikatan yang penting. Amal usaha di bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial. dan ekonomi tumbuh kembang yang menjadi kebanggaan Warga Muhammadiyah dan masyarakat luas. Sumberdaya manusianya dikenal hebat karena terdiri dari insan-insan terdidik dan berkeahlian di segala bidang.

Pertanyaaannya, adakah jiwa. pemikiran. dan langkah langkah Muhammadiyah yang berorientasi ke basis komunitas atau jamaah ke akar rumput itu masih melekat dalam gerakan Islam pembaru ini? Pertanyaan tersebut layak untuk direnungkan oleh seluruh pimpinan Persyarlkatan di setiap tingkatan dan lingkungan organisasi. Dengan asumsi. Kini Muhammadiyah telah memiliki segalanya, tentu harapannya bahwa pergerakan ke akar rumput makin bergelora karena segala daya dukung teiah dimiliki. Jika gerak ke basis masyarakat atau umat di bawah tidak bergairah, tentu ada sesuatu yang hilang dari jiwa pergerakan Muhammadiyah, yang layak untuk dibangkitkan kembali.

Urgensi Gerak Ke Bawah

Gerakan Muhammadiyah di basis masyarakat sangatlah penting dan strategis. Umat atau masyarakat di lingkungan Ranting merupakan basis jamaah di akar rumput yang akan menjadi patokan kuat atau tidaknya keberadaan dan kehadiran gerakan dakwah Muhammadiyah. Jika Muhammadiyah kuat ke atas, semestinya juga harus mengakar ke bawah. Termasuk untuk kepemimpinan Ortom, Majelis, Lembaga, dan Amal Usaha.

Sejumlah hal dapat menjadi pertimbangan tentang urgensi atau kepentingan utama kenapa gerakan ke akar rumput (grass-root) itu harus dibangkitkan dan ditingkatkan oleh seluruh pimpinan Muhammadiyah.

Pertama, secara ideologis dan historis, gerakan Muhammadiyah sejatinya berbasis pada umat atau masyarakat ditingkat jamaah atau komunitas.

Kedua, secara organisatoris Muhammadiyah mementingkan gerak ke basis jamaah di akar rumput, sebagaimana persyaratan tentang keberadaan Ranting yang meniscayakan adanya pengajian dan usaha tertentu di area Ranting tersebut.

Ketiga, dinamika perubahan dan perkembangan masyarakat di bawah baik yang positii‘ maupun yang berdampak negatif demikian kompleksi Warga masyarakat mengalaminperubahan sosial yang kompleks akibat urbanisasi, pemekaran daerah. perluasan pemukiman baru yang merambah ke daerah-daerab pelosok. pengaruh politik dan demokrasi langsung dengan segala kecenderungannya, serta dampak globalisasi yang meluas ke daerah. 

Keempat, masalah-masalah krusial yang dihadapi masyarakat di bawah makin berat dan membawa tekanan sosial yang tidak ringan seperti persoalan kemiskinan. ketenagakerjaan, kekerasan, konflik sosial. dan sebagainya.

Kelima. gerak lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan misi agama lain ke masyarakat bawah baik di pedesaan maupun perkotaan makin gencar dengan berbagai pendekatan yang semakin canggih. Sementara gerakan Islam lain juga tidak kalah agresif membina umat ke akar rumput dengan paham agama yang dianutnya, mereka giat membina pengajian, memakmurkan masjid, dan mendakwahi masyarakat.

Keenam, kepentingan penguatan ‘masyarakat madani atau civil society meniscayakan pemberdayaan dan dukungan masyarakat warga di basis akar rumput, sehingga menjadi kekuatan penyeimbang terhadap negara.

Dengan enam pertimbangan tersebut maka kehadiran Muhammadiyah untuk membangkitkan kembali, mempertajam, dan memperluas gerak pembinaan umat dan pemberdayaan masyarakat ke akar rumput menjadi keniscayaan. Jika Muhammadiyah tidak melakukan penguatan kembali gerakan ke bawah maka lama-kelamaan akan menjadi gerakan yang elitis.

Manakala Muhammadiyah elitis maka gerakan Islam ini akan tercerabut dari akar umat, baik di pedesaan maupun perkotaan, yang pada ujungnya tidak memiliki peluang yang besar dan leluasa untuk hadir di tengah-tengah umat dan masyarakat luas. Muhammadiyah akan kehilangan kekuatannya sebagai organisasi Islam modem terbesar dalam menyebaluaskan dan memajukan umat dan masyarakat melalui misi dakwah dan tajdidnya yang mencerahkan kehidupan.

Pimpinan yang Mengerakkan

Ketika Muhammadiyah memerlukan penguatan kembali gerakannya ke akar rumput, maka sungguh diperlukan peranan kepemimpinan Persyarikatan sebagai kekuatan pelaku gerakan. Seluruh tingkatan pimpinan dari Pusat sampai

Ranting harus menjadi sentral pergerakan dalam membangkitkan kembali orientasi dan langkah gerakan ke ranah umat dan masyarakat di basis jamaah. Lebih-lebih peran PDM, PCM, dan PRM yang memang bemadapan langsung dengan denyut kehidupan masyarakat di bawah.

Dalam hal ini diperlukan karakter dan fungsi pimpinan Persyarikatan yang berorientasi ke akar rumput dengan sejumlah ciri. 

Pertama, para pimpinan Muhammadiyah memiliki pengetahuan dan sensitiwtas tinggi terhadap isu-isu keumatan dan kemasyarakatan yang berkembang di bawah. Mereka harus memiliki informasi dan kepekaan yang mencukupi atas peristiwa peristiwa yang terjadi. Sebutlah ketika muncul konflik sosial, kekerasan. kemiskinan. dan hal-hal lain yang terjadi sehari-hari yang menyangkut hajat hidup publik setempat. Para pimpinan Muhammadiyah tidak boleh acuh tak acuh temadap peristiwa dan isu yang berkembang, baik itu persoalan yang menyangkut keagamaan maupun kemasyarakatan.

Kedua, para pimpinan Muhammadiyah memikiki jiwa, komitmen, dan tanggungjawab sebagai elit atau tokoh yang menyatu dengan kehidupan umat atau masyarakat setempat.

Para pimpinan berperan sebagai local-leader, yang spirit dan alam pikirannya populis, serta tidak elitis. Meskipun kedudukan sosialnya berada di atas tetapi pimpnan itu harus mampu menyelami dan memahami keberadaan, nasib, dan kepentingan masyarakat di bawah. Mereka benar-benar menjadi pemimpin umat dan masyarakat yang kehadirannya sebagai sosok yang didambakan.

Ketiga, para pemimpin Muhammadiyah memiliki pengetahuan yang mencukupi tentang dasar-dasar dan pemikiran kemasyarakatan sebagai bagian integral dari pengetahuannya tentang dakwah. Pemimpin Muhammadiyah selain memahami ilmu agama secara khusus, dirinya secara niscaya harus memilki ilmu-ilmu kemasyarakatan sebagai bekal memahami keberadaan dan dinamika kehidupan masyarakat yang menjadi sasaran dakwah. Bandingkan para misionaris yang menguasai filsafat, sosiologi, dan antropologi sehingga mereka mampu memanami masyarakat secara mendalam dan membantu dirinya mengerti masyarakat.

Keempat, para pimpinan memilki tekad yang kuat dan pengetahuan yang mencukupi untuk melaksanakan program-program Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah, Keluarga Sakinah, Qoryah Thayyibah, dan pemberdayaan masyarakat di basis Ranting dan komunitas. Program tersebut selama ini telah dirumuskan konsepnya dengan sangat baik dan senantiasa menjadi keputusan Muktamar dan Tanwir, namun praktiknya tidak terwujud. Karenanya para pimpinan Muhammadiyah lebih-lebih di Daerah, Cabang, dan Ranting yang memang dekat dengan komunitas umat di bawah dituntut untuk menyatukan tekad dan langkah mewujudkan program program yang sangat penting dan strategis tersebut.

Kelima, para pimpinan melaksanakan kebijakan, program, dan kegiatan-kegiatan praksis keumatan dan kemasyarakatan yang langsung berada di kawasan akar rumput.

Program-program Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah, Keluarga Sakinah, Qoryah Thayyibah, dan pemberdayaan masyarakat harus dilaksanakan dalam model-model praksis yang aplikatif. Jika tidak mampu dilaksanakan secara ideal dan keseluruhan, program program tersebut dapat dilaksanakan perbidang sehingga konkret dan membumi. Selain itu perlu dikembangkan dan dilaksanakan berbagai model kegiatan dakwah bi-lisan dan dakwah bil-hal lainnya yang bersifat praksis, artinya kegiatan yang benar-benar realistik yang memberdayakan jamaah atau komunitas. sehingga keberadaan Muhammadiyah di setiap kawasan benar-benar hadir menjadi pelaku perubahan masyarakat setempat.

Kepemimpinan Muhammadiyah yang mampu menggerakkan basis umat dan masyarakat selain dapat menguatkan posisi dan peran Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah, sekaligus menjadikan umat dan masyarakat menjadi berdaya sehingga terbangun masyarakat madani yang kuat. Kekuatan masyarakat madani sebagai model ulama masyarakat dizaman Rasulullah, tidak dapat dibangun secara sambil lalu dan hanya bersifat idealisasi belaka. Muhammadiyah secara berkesinambungan melalui berbagai usaha dakwah dan tajdidnya selama satu abad sesungguhnya memelopori usaha membangun kekuatan masyarakat madani (Islamic Civil Society) di negeri ini. Di sinilah pentingnya peranan kepemimpinan yang mampu menggerakkan dakwah dan tajdid di akar rumput, sebagai mata rantai strategis menuju model masyarakat Madinah yang tercerahkan, al-Madinah al-Munawarrah.

*) oleh Dr. H Haedar Nashir, MSi




Posting Komentar

0 Komentar