Oleh : Prof. Dr. K. H. Haedar Nashir, M. Si. (Ketua Umum PP Muhammadiyah )
A. Konsep dan Substansi Ideologi
Ideologi secara harfiah ialah 'sistem paham' atau 'sekumpulan ide atau gagasan.' Kata ideologi berasal dari bahasa Yunani, ideos ('ide', 'gagasan') dan logos ('ilmu', atau 'logika'), yang mengandung arti ‘ilmu tentang ide atau gagasan.' Tokoh yang mengenalkan ideologi ialah Antoine Destutt de Tracy (1757-1876), seorang filsuf Prancis, yang menyebut ideologi sebagai ilmu tentang ide-ide, yaitu sebagai suatu cara berpikir dalam memandang kehidupan, yang dibedakannya dengan cara berpikir metafisika dan agama.
Plato memandang ideologi sebagai suatu kebenaran sejati. Descartes menunjuk ideologi sebagai inti dari seluruh pemikiran manusia. Karl Marx menyebut ideologi sebagai 'kesadaran palsu', namun di belakang hari pandangan-pandangan pemikiran dirinya malah dijadikan ideologi, yaitu Marxisme dan sosialisme. Kedua ideologi tersebut tergolong ideologi besar dunia yang dibedakannya dari kapitalisme. Pada era modern selain ideologi Marxisme, sosialisme, dan kapitalisme juga berkembang ideologi-ideologi dunia lainnya seperti liberalisme, sekularisme, nasionalisme, konservativisme, fundamentalisme, feminisme, pluralisme, dan sebagainya.
Ideologi memiliki unsur-unsur pokok, yaitu:
(1) pandangan yang komprehensif tentang manusia, dunia, dan alam semesta dalam kehidupan;
(2) rencana penataan sosial-politik berdasarkan paham tersebut;
(3) kesadaran dan pencanangan dalam bentuk perjuangan melakukan perubahan-perubahan berdasarkan paham dan rencana dari ideologi tersebut;
(4) usaha mengarahkan masyarakat untuk menerima ideologi tersebut yang menuntut loyalitas dan keterlibatan para pengikutnya; dan
(5) usaha memobilisasi seluas mungkin para kader dan massa yang akan menjadi pendukung ideologi tersebut (Riberu, 1986:5).
Di sebagian kalangan umat Islam dikembangkan istilah al-mabda' (dari bahasa Arab ba-da-'a artinya permulaan) sebagai padanan ideologi. Al-Mabda' artinya 'pemikiran awal yang segala pemikiran berikutnya mengikuti'. Al-mabda' berarti juga 'pemikiran dasar di mana pemikiran-pemikiran cabang diletakkan di atasnya'. Ideologi Islam menjadi pilihan dari gerakan-gerakan Islam mutakhir, yang disebut dengan Islamisme atau Islamiyyah. Djamaluddin al-Afghani memperjuangkan Pan-Islamisme, ideologi yang mengusung Islam sebagai pandangan yang mempersatukan umatnya di seluruh dunia. Dalam era kontemporer dikenal ideologi gerakan Islam seperti revivalisme, modernisme, reformisme, neorevivalisme, tradisionalisme, fundamentalisme, radikalisme,dan liberalisme. Di Indonesia, Pancasila disebut sebagai ideologi negara.
Di lingkungan Muhammadiyah, sejak tahun 1968 terdapat wacana tentang ideologi, ketika dalam Muktamar ke-37 tahun tersebut digagas pentingnya pembaruan di bidang ideologi. Muhammadiyah waktu itu lebih memilih istilah Keyakinan dan Cita-Cita Hidup untuk padanan istilah ideologi. Dalam Tanwir tahun 1969 di Ponorogo kemudian lahir pemikiran resmi ideologi Muhammadiyah yang dikenal dengan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah. Inilah konsep ideologi dalam Muhammadiyah yang sistematik, selain konsep Muqaddimaah Anggaran Dasar Muhammadiyah yang dirumuskan tahun 1946.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam tidak dapat dipisahkan dari ideologi, yakni seperangkat paham tentang kehidupan dan strategi perjuangan untuk mewujudkan cita-citanya. Menurut Kiai H. M. Djindar Tamimy (1968:3), kelahiran Muhammadiyah melekat dengan ideologi, yakni ide dan cita-cita tentang Islam yang melekat dalam pemikiran dan spirit gerakan dari Kiai Haji Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Ideologi yaitu ajaran atau ilmu pengetahuan yang secara sistematis dan menyeluruh membahas mengenai gagasan, cara-cara, angan-angan atau gambaran dalam pikiran, untuk mendapatkan keyakinan mengenai hidup dan kehidupan yang benar dan tepat. Dinyatakan pula bahwa ideologi berarti 'keyakinan hidup', yang mencakup "(1) pandangan hidup, (2) tujuan hidup, dan (3) ajaran dan cara yang dipergunakan untuk melaksanakan pandangan hidup dalam mencapai tujuan hidup tersebut" (PP Muhammadiyah, 1968:6).
Konsep ideologi dalam Muhammadiyah bersifat mendasar, yaitu menyangkut dan diistilahkan dengan Keyakinan dan Cita-cita Hidup. Ideologi Muhammadiyah bukan sekadar seperangkat paham atau pemikiran belaka, tetapi juga teori dan strategi perjuangan untuk mewujudkan paham tersebut dalam kehidupan. Ideologi Muhammadiyah ialah sistem keyakinan, cita-cita, dan perjuangan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dalam mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Adapun isi atau kandungan ideologi Muhammadiyah tersebut ialah (1) Paham Islam atau paham agama dalam Muhammadiyah, (2) Hakikat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dan (3) Misi, fungsi, dan Strategi perjuangan Muhammadiyah. Jadi tidak perlu membahas ideologi dipisahkan dari strategi, karena dalam ideologi terkandung strategi perjuangan, yang dalam Muhammadiyah dikenal sebagai Khittah Perjuangan Muhammadiyah.
Dari pemaknaan tentang ideologi tersebut, maka betapa penting mempertautkan segenap hal dan proses gerakan Muhammadiyah ke dalam idealisme yang mendasar, yang disebut ideologi. Ideologi dalam kaitan yang penting itu sesungguhnya merupakan pandangan dunia (world view) yang dianut oleh gerakan Islam yang didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan itu. Dengan demikian, segenap anggotanya dapat memahami dan merujuk pada apa, bagaimana, dan untuk apa Muhammadiyah itu, yang dasar dan arahnya melekat dengan keyakinan dan cita-cita yang mengikat bagi seluruh anggota dan kelembagaan gerakannya.
Substansi ideologi dalam Muhammadiyah tersebut melekat dengan Islam sebagai landasan dan pusat orientasi gerakan dengan pandangan yang dipahami Muhammadiyah, yakni Islam yang sudah melekat dalam karakter gerakan Muhammadiyah. Boleh dikatakan ideologi Muhammadiyah itu terkandung dalam Al-Islam dan Kemuhammadiyahan yang bersifat mendasar, yakni menyangkut paham Islam dalam Muhammadiyah, hakikat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dan strategi atau Khittah Muhammadiyah yang mengandung fungsi dan misi yang khas dalam memperjuangkan Islam.
Pemikiran ideologi Muhammadiyah secara khusus terkandung dalam dua pemikiran resmi Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah (1946) serta Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (1969), sedangkan untuk aspek strateginya termaktub dalam Khittah Muhammadiyah Tahun 1956, 1971, 1978, dan 2002. Tetapi dalam pemikiran resmi lainnya yakni Duabelas Langkah Muhammadiyah (1938), Al-Masail AlKhamsah (1954/1955), Kepribadian Muhammadiyah (1962), Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (2000), Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Jelang Satu Abad (2005), dan Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua (2010) terdapat pemikiran-pemikiran yang bersifat ideologis.
Jika menelusuri kelahiran pemikiran-pemikiran resmi Muhammadiyah, termasuk pemikiran ideologi, terkandung bukan hanya konsep yang substantif (berisi dan mendasar), tetapi juga memiliki kaitan dengan konteks atau situasi dan kondisi yang melatarbelakangi serta menyertainya. Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah mengandung prinsip-prinsip pemikiran yang mendasari konstitusi gerakan Muhammadiyah sebagaimana Pembukaan UUD dengan Batang Tubuh UUD 1945 dalam konstitusi dasar Negara Republik Indonesia. Di dalamnya terkandung inspirasi dan sistematisasi pemikiran-pemikiran Muhammadiyah generasi awal sebagaimana diletakkan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan sebagai pendiri. Ki Bagus Hadikusuma sebagai penggagas konsep Muqaddimah disertai anggota tim seperti Prof. Farid Ma'ruf dan lain-lain, menyusunnya sebagai kerangka pemikiran mendasar yang mengandung roh atau jiwa gerakan Muhammadiyah untuk menjadi acuan penting bagi seluruh anggota Muhammadiyah. Konteks kelahirannya tahun 1946 berada dalam situasi paling krusial dan menentukan, yakni ketika Muhammadiyah berada dalam keadaan bangsa Indonesia memasuki fase baru Indonesia merdeka tahun 1945. Di satu pihak terjadi proses moderniasasi awal dalam kehidupan bangsa Indonesia yang membawa pengaruh besar dalam alam pikiran masyarakat termasuk warga Persyarikatan, di pihak lain mulai menggejalanya peluruhan nilainilai idealisme gerakan di tubuh Muhammadiyah.
Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM) lahir dalam situasi peralihan bangsa Indonesia dari Orde Lama ke Orde Baru dengan kondisi yang sarat antagonistik atau penuh pertentangan. Pada saat yang sama proses modernisasi tahap kedua semakin berkembang pesat dengan nilai-nilai sekuler dan pragmatis mewarnai kehidupan masyarakat bersamaan dengan era dimulainya pembangunan nasional yang membawa perubahan di banyak segi kehidupan. Agar warga Muhammadiyah tidak kehilangan idealisme gerakan, maka pada 1968 sebagai hasil Muktamar ke-37 di Yogyakarta dan ditindaklanjuti Tanwir di Ponorogo tahun 1969, maka lahirkan MKCHM sebagai konsep ideologi dalam Muhammadiyah. Dalam MKCHM terkandung pemikiran ideologis mengenai hakikat Muhammadiyah, paham agama dalam Muhammadiyah, serta fungsi dan misi Muhammadiyah di Negara Republik Indonesia tercinta untuk mewujudkan baldatun thayyibatun ( bersambung )
┈┈┈◎❅❀❦🌹❦❀❅◎┈┈┈
Nashrun Minallahi Wa fathun Qarieb
0 Komentar